PC PMII Surabaya Gelar Webinar, Respons Kemenangan Taliban dan Antisipasi Bangkitnya Paham Radikalisme di Indonesia

Surabaya, PMII SURABAYA - Kemenangan Taliban selalu menjadi perbincangan hangat, Taliban dianggap memiliki hubungan erat dengan paham Radikalisme. Perkembangan di Afganistan sudah diperkirakan oleh banyak pengamat, hal ini kemudian dikaitkan dengan Amerika Serikat (AS) yang diduga kuat memiliki perjanjian rahasia dengan Taliban.

Untuk itu, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya mengadakan Diskusi dengan tema: "Kemenangan Taliban Akankah Menjadi Angin Segar Bagi Paham Radikalisme di Indonesia". Diskusi dilakukan melalui Virtual Zoom Meeting pada Jumat (29/10/2021) malam.

Obrolan dalam jaringan (Daring) menghadirkan dua narasumber. Pertama, Rizal Mumazziq, Z., M.H.I. sebagai Rektor Institut Agama Islam (IAI) Al-Falah Assunniyah. Kedua, M. Najih Arromadloni, M.Ag. sebagai Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama (NU) Suriah.

Namun informasinya, narasumber pertama berhalangan hadir karena ada musibah yang sedang menimpanya.

Sebelum Webinar dimulai, sambutan disampaikan oleh Ketua Umum PC PMII Surabaya Sahabat Moch. Fikri Ramadhan. Dalam sambutannya, ia sangat mengapresiasi Ketua Bidang Kaderisasi, Kabiro beserta jajarannya, mengadakan diskusi-diskusi yang sifatnya jarang disentuh dan diketahui oleh publik.

"Saya bangga dengan Ketua Bidang Kaderisasi dan Kabiro Intelektual beserta anggota-anggotanya, selalu konsisten untuk mengadakan kajian-kajian yang sifatnya itu belum pernah tersentuh, diskusi ini sangat memberikan keilmuan baru kepada PMII, dan semoga diskusi ini terus berkelanjutan," kata Fikri.

Ketika diskusi sedang berlangsung, Gus Najih memaparkan tentang pandangan ideologi Taliban. Menurutnya, kita kebanyakan beranggapan, bahwa mereka (Taliban) adalah Sunni dan Fiqih Hanafi. Taliban itu artinya siswa yang plural, karena waktu invasi Uni Soviet banyak dari mereka yang mengungsikan anaknya ke Pakistan.

"Warga Afganistan begitu banyak Sunni yang cenderung Sufi. Dalam perkembangannya, anak siswa ketika perang sudah selesai tahun 90-an, mereka pulang ke Afganistan, kemudian sudah membawa ideologi yang baru. Ternyata siswa tersebut berubah membawa paham Salafi-Wahabi," Terang Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu dalam materinya.

Gus Najih melanjutkan, Patung Budha dihancurkan di Afganistan karena dianggap simbol kemusyrikan. Waktu itu tambahnya, Afganistan mewajibkan cadar, padahal Hanafi tidak. Cadar menjadi identitas bagi Salafi-Wahabi, begitu juga dengan mengharamkan musik, dll.

"Kita sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah harus mengambil peran disini. Hubungan Taliban dengan paham radikalisme di Indonesia tidak ada secara langsung, namun sangat mungkin memotivasi para kelompok yang sudah berpaham radikal," pesan Najih.

"Peran PMII memberikan pencerahan di kampus karena gerakan radikalisme di kampus sangat gencar. Mereka memanfaatkan kaderisasi dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang cukup masif. Anak-anak PMII harus sering-sering ke masjid untuk menghidupkan Aswajanya," pinta dia.

"Aktif mengisi ruang media sosial untuk menghadang paham mereka. Pengisian pos strategis organisasi kampus untuk menghadang idelogi yang radikal," pungkasnya.

Kontributor: Ikmalil Birri | Editor: Suharianto

#PMIISurabaya #PCPMIISurabaya #KopriPMIISurabaya #WebinarTaliban #WebinarRadikalisme